Aku awalnya tidak hirau akan
kehadirannya, aku orang yang tidak percaya dengan konsep cinta pada pandangan
pertama, mungkin disebabkan aku bukanlah orang yang mudah untuk mengingat
wajah.
Kulitnya semulus marmer yang
menghiasi Taj Mahal, rambutnya hitam selegam malam, membuat mata yang
memandangnya seakan beresonansi pada kedamaian. Senyumnya, ah aku tak sanggup
mengutarakannya padamu kawan, kalau kamu ikut menyukainya, bisa berabe aku.
Aku kini sedang melacak file memori di
perpustakaan ingatanku, berselancar di antara begitu banyak kenangan, saat aku pertama
kali masuk sekolah, kala aku menjuarai piala futsal tingkat RT, ketika aku
mengalahkan rivalku di lomba balap karung, tatkala aku terjatuh dari motor,
saat aku dimarahi oleh dosenku, sayangnya semua memori itu tidak lagi
menggugahku. Aku memilih tenggelam di dalam ruang khusus, imaji mengenai aku
dan si gadis. Aku terhenyak saat ia mengajakku bicara, aku merasa seperti
pesawat yang terseret dalam pesona mistik segitiga bermuda, radarku langsung
tiada guna, ketika aku berhasil mencipta tawanya dengan leluconku, aku bak
serombongan kafilah yang menemukan oase di penghujung mati.
Burung camarku terpaku di
mercusuarnya, saat sayapku berusaha untuk bersantai sejenak, aku terperanjat,
gadis itu benar-benar mercusuar yang juga memesona para pelaut lainnya yang sedang
menanti karam. Aku bukanlah satu-satunya pejuang, aku yakin auranya yang
secerah Cleopatra mampu menjatuhkan hati Julius Cesar manapun.
Aku berkaca di riak danau yang
tenang, memancarkan sejuta warna sebagai bias dari surya. Kembali terulang
dalam sejarah, kisah Pungguk yang merindukan Bulan.
iya, akulah sang pungguk itu. |
Manusia itu kecil, ia hanya
sebutir pasir di alam semesta, namun manusia itu juga besar, ia dapat
mewujudkan impiannya, itulah rangkaian kata yang pernah kubaca di suatu masa.
Bendera Amerika sudah terpancang di permukaan bulan, wajah Pluto kini sudah
diabadikan dalam foto. Tetapi masih ada sekian juta spesies makhluk laut yang
belum berhasil kita kenali, itulah manusia. Manusia terlalu tertantang untuk
berpikir jauh ke luar, seraya abai terhadap sekelilingnya. Aku, mulai hari itu,
sudah menjadi manusia yang seperti itu pula. Kawan-kawanku saksinya.
Aku muak dengan kisah cinta
konyol, aku lelah dengan ceritera asmara picisan. Aku yang terbiasa ingin
menjadi adidaya, sampai bersedia menjadi negara dunia ketiga untuknya. Aku
yakin aku orang besar, nyaliku besar, kesempatanku besar, tapi rasa ini? Rasa
khawatir mendera kalbuku, mungkinkah aku hanya tergugah untuk menaklukannya?
Layaknya para pria lain di luar sana, ah siapa aku yang mampu menggeneralisir
manusia, Tuhan saja tidak pilih kasih pada umat-Nya, mengapa kita dengan
congkak berani mengkotak-kotakan?
Baiklah kawan, kau menang, karena
kau mau mendengarkan ceritaku sedari awal, kubiarkan kamu mengetahui seperti
apa senyumannya. Saat dia tersenyum, ada kawah berbahaya tercipta di saat
bersamaan. Kawah yang tenang, menyeretku dalam-dalam. Akhirnya aku ingin
memberitahumu kawan, tadinya aku ingin kau melepaskanku dari kepungan keindahan
yang fana ini, tapi kini.
Aku ingin menjadi penanggung jawab atas kawah itu.
Gambar diambil dari sini. Hatur nuhun.
Komentar
Posting Komentar