(7/366)
Hari ketujuh
di tahun baru ini belum terasa perbedaannya. Mataharinya masih sama, langitnya
masih sama, nyokap dan ade-ade gue juga, alhamdulillah masih sama. Yang bedain cuma
diskon di e-commerce yang gue subscribe di e-mail aja.
Pasti banyak
yang mikir: “Gila, cepet amat ya waktu berlalu.” Okelah kalau nggak banyak,
mungkin gue doang yang mikir begitu. Mungkin inilah bukti teori relativitasnya
Einstein ya, waktu itu emang relatif dan
subjektif banget (P.s. gue ngga tau ini nyambung ama teorinya atau nggak).
Waktu lagi kena macet di lampu merah kita ngeliat durasi waktunya 120 detik aja
rasanya lama banget (Lampu merah simpang Dago, you’re awesome), tapi pas udah tahun baruan kita baru ngerasa kalau
waktu itu berjalan dengan cepat. Karena itulah sepanjang tahun 2015 gue ngerasa
ungkapan “Seize the moment” itu tepat
banget, kita harus bener-bener menikmati apapun yang kita jalani, karena ya
emang itu momennya. Buat gue pribadi masa depan itu cuma ada dalam pikiran kita
aja, karena kita manusia berjalan linear dengan waktu, semua masa depan itu
adalah masa kini, kesempatan buat berubah ya saat ini, bukan nanti.
(1-355/355)
Untuk 2015
Gue
merasa 2015 adalah tahun yang super luar biasa, tahun pengujian dan
kebahagiaan. Gue kehilangan tiga anggota keluarga gue dalam waktu yang relatif
berdekatan, apalagi aki yang selama ini jadi sosok pelindung buat gue, beliau
meninggal di saat gue lagi menungguinya di rumah sakit, saat gue cuma berdua
sama beliau. Harus gue akuin saat itulah gue menangis paling kencang sepanjang
tahun itu. Gue mendapat nasihat untuk lebih mengontrol dan mengelola emosi gue,
alias jangan nangis, khususnya saat kehilangan orang yang disayangi, tapi gue
merasa menangis adalah bentuk ekspresi yang penting, setelah tangisan itu
berhenti akan muncul penerimaan dan dari penerimaan itu gue bisa memahami bahwa
aki udah pergi. Di tahun itu gue benar-benar diajari untuk ikhlas, belajar
melepas.
Di
tahun 2015 pula gue mendapatkan gelar sarjana gue, setelah proses skripsi yang
begitu panjang. Senang rasanya ngeliat binar haru di mata nyokap saat gue udah
selesai diwisuda. Gue belajar bahwa keluarga itu cuma bangga, tapi manfaat
pendidikan itu cuma gue yang rasain, karena guelah yang ngejalaninnya, keluarga
hanya ngedukung. Sekarang kembali pada gue, mau gue pakai apa itu gelar, semoga
bukan sekadar perpanjangan nama. Gue ucapkan terima kasih untuk segala pihak
yang udah berperan dalam studi gue, kita emang ngga bisa hidup sendirian.
Secara
kepribadian gue ngerasa banyak perkembangan. Gue belajar menjadi orang yang
berpikiran terbuka, gue banyak mencoba hal baru baik salah maupun benar, karena
sejatinya hidup itu proses belajar. So
2015, I see you've given me much more, thank you for those greatest gifts, God.
Have a good new year ahead, folks!
Komentar
Posting Komentar